Jakarta, Motoris – Energi minyak bumi dan gas (migas) yang bersumber dari fosil, seperti bensin dan solar diperkirakan masih dibutuhkan hingga 30-50 tahun ke depan. Dengan demikian, peran energi baru terbarukan (EBT) dalam menjaga ketahanan energi adalah sebagai pelengkap, bukan pengganti.
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro menuturkan, masih tingginya terhadap kebutuhan energi fosil tersebut juga tercermin pada Rencana Umum Energi Nasional (RUEN). Dalam hal ini, bahwa energi fosil masih diperlukan hingga 2045, lantaran kebutuhannya terus meningkat dari tahun ke tahun.
‘’Dalam 50 tahun ke depan, energi fosil masih sangat diperlukan. Lifting migas akan terus berlanjut dan tak akan berhenti. Meskipun sudah ada EBT (energi baru terbarukan), energi fosil masih dibutuhkan khususnya untuk industri petrokimia,’’ kata Komaidi di Jakarta, Senin (12/6/2023).
Menyikapi hal tersebut, Komaidi berharap industri migas nasional terus mempersiapkan diri, tidak hanya terkait perubahan atau transisi energi yang menuntut PT Pertamina beradaptasi dengan perubahan zaman.
Selain itu, industri migas harus memperhatikan pemenuhan energi fosil yang akan terus berjalan sekitar 50 tahun mendatang. Dalam hal ini, energi fosil dan transisi energi harus dilakukan berimbang, untuk menjaga ketahanan energi nasional.
‘’Saya rasa kegiatan eksplorasi atau lifting migas akan terus berlangsung, karena kebutuhan energi akan terus berlangsung terus menerus. Namun, kondisi itu memang harus diimbangi dengan energi terbarukan,’’ kata Komaidi.
Pentingnya peran energi fosil, yakni migas dalam ketahanan energi, sebelumnya juga disampaikan mantan Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar. Melalui akun Instagram @arcandra.tahar, dia mengatakan, banyak negara maju mengubah strategi mereka untuk memenuhi kebutuhan energi pascakonflik Rusia-Ukraina yang mulai terjadi pada akhir tahun 2021.
Uni Eropa mulai menyadari, transisi energi menuju net zero emission memerlukan waktu dan energi fosil belum bisa tergantikan paling tidak untuk 30 tahun ke depan.
‘’Pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang sudah dipensiunkan, kembali dioperasikan akibat energi yang berasal dari angin dan matahari belum mampu memenuhi kebutuhan setelah pandemi. Tahun 2022 Jerman menghidupkan kembali PLTU sekitar 9 GW,’’ kata Arcandra.
Discussion about this post