Jakarta, Motoris – Dunia, termasuk Indonesia tengah menggeber habis penjualan mobil listrik berbasis baterai (battery electric vehicle/BEV). Kalau sudah begini, yang pasti untung adalah pemilik tambang nikel, bahan baku katoda baterai BEV.
Sementara itu, pabrikan mobil listrik, di tahap awal harus siap merugi besar. Contohnya, Ford yang memprediksi divisi BEV rugi US$ 3 miliar tahun ini. Namun, patut dicatat, pemain mapan seperti Tesla sudah mampu menuai apa yang ditanam dalam beberapa tahun terakhir.
Dalam konteks ini, di Indonesia, berdasarkan riset BRI Danareksa Sekuritas, tiga perusahaan nikel, yakni PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA), PT Vale Indonesia Tbk (INCO), dan PT Aneka Tambang Tbk (Antam/ANTM), akan diuntungkan peralihan mobil pembakaran internal ke BEV. Sebab, akan terjadi perburuan untuk mengamankan pasokan nikel demi menjaga produksi baterai.
Sejalan dengan itu, Merdeka Copper, Vale, dan Antam akan mendapatkan sejumlah proyek yang menjanjikan mesin pertumbuhan bar uke depan. Ini akan menopang prospek pertumbuhan laba bersih ke depan.
Di sektor ini, BRI Danareksa menyukai saham INCO dan MDKA. Sebab, Merdeka Copper bakal menggarap proyek HPAL untuk menghasilkan MHP, yang dapat diolah lagi menjadi nikel dan konalt sulfat, prekursor katoda baterai BEV di Konawe, Sulawesi Tenggara. Selain itu, Merdeka memiliki tambang nikel dengan sumber daya terbesar, yakni 1,1 miliar ton.
Merdeka Copper masuk bisnis nikel melalui PT Merdeka Battery Materials Tbk (MBMA), yang segera menggelar IPO dengan potensi Raihan dana maksimal Rp 9,6 triliun. Merdeka Battery punya segalanya, mulai dari tambang, kawasan industri, hingga mitra kelas dunia, yakni Huayou dan Tsingshan.
“Adapun INCO sangat erat kaitannya dengan harga nikel di LME, karena memproduksi nikel matte yang memiliki kadar nikel tinggi,” tulis BRI Danareksa, dikutip Rabu (5/4/2023).
Catatan Motoris, Vale, Huayou, dan Ford juga akan membangun fasilitas HPAL yang memproduksi MHP. Lebih jauh lagi, MHP itu akan diolah Huayou, sang master smelter, menjadi kobalt dan nikel sulfat. Artinya, barang manufaktur ini sudah siap dijadikan katoda baterai BEV, tanpa perlu diolah lagi.
Nilai investasi proyek ini Rp 67 triliun, dengan kapasitas produksi MHP terpasang 120 ribu ton per tahun. Pasokan nikelnya diambil dari tambang Vale di Blok Pomalaa, Kolaka, Sulawesi Tenggara. (gbr)
Discussion about this post