Jakarta, Motoris – Ekonomi domestik yang terindikasi morat-marit menjadi peluang bagi mobil Cina untuk mendongkrak penjualan. Alasannya, mobil Cina menawarkan harga kompetitif dengan fitur tak kalah mentereng dari Jepang dan Korea Selatan (Korsel).
“Brand Cina seperti Chery menawarkan produk dengan harga kompetitif, bahkan bisa setengah dari Jepang, tetapi speknya sama. Jadi mobil tidak harus mahal. Istilahnya murah, tapi nggak harus murahan,” ujar Direktur Penjualan PT Chery Sales Indonesia (CSI) Budi Darmawan di Jakarta, belum lama ini.
Dia mengakui, belakangan ini, CSI berhati-hati dalam melakukan penetrasi pasar. Alasannya, makin ke sini, berita soal ekonomi tidak ada yang positif.
Dia juga mendengar kabar NPL pembiayaan mobil meningkat. Perusahaan multifinance juga sudah mengirim sinyal bahwa kondisi tidak baik-baik saja.
“Dalam kondisi seperti ini, kami memberikan alternatif produk ke konsumen,” tegas dia.
Per Februari 2025, penjualan Chery naik 252% menjadi 2.570 unit, dibandingkan periode sama tahun lalu 730 unit. Pada periode sama, pasar mobil turun 4,5% menjadi 134 ribu unit.
Chery bikin gempar jagat otomotif Indonesia, setelah melepas LSUV Tiggo Cross dengan harga Rp 249,5 juta untuk varian Comfort dan Rp 279,5 juta untuk varian Premium. Bandingkan dengan LSUV Jepang dan Korsel yang sudah di atas Rp 300 juta.
Diketahui, sejumlah indikator makro ekonomi memburuk. Rupiah sempat menyundul Rp 17 ribu per dolar AS di pasar offshore, setelah Trump mengumumkan perang dagang. Hari ini, rupiah akan diperdagangkan di dalam negeri bersamaan dengan pasar saham dan obligasi.
Pergerakan rupiah akan menentukan kebijakan moneter Bank Indonesia (BI), yakni suku bunga acuan BI Rate. Ruang penurunan suku bunga makin sempit, lantaran BI harus menjaga rupiah agar tidak turun lebih dalam lagi.
Sementara itu, deflasi dua bulan diartikan sebagian ekonom sebagai pelemahan daya beli. Ini juga terbaca dari penurunan penjualan mobil dan semen sepanjang 2025. Pelemahan daya beli juga terlihat pada turunnya jumlah pemudik Lebaran 2025.
Fiskal sedang berat, terlihat pada besarnya utang jatuh tempo Rp 800 triliun. Ada juga pemangkasan anggaran Rp 306 triliun untuk mendanai ekspansi MBG dan pembentukan BPI Danantara.
Sektor riil megap-megap, terlihat pada maraknya PHK di sektor padat karya. Derita bakal tambah intens, setelah Trump mematok tarif BM 32% untuk barang Indonesia, termasuk hasil manufaktur padat karya, seperti tekstil dan alas kaki. (gbr)