Jakarta, Motoris – PT Aneka Tambang Tbk dan CATL akan memfinalisasi proyek nikel untuk baterai mobil listrik (battery electric vehicle/BEV) semester II tahun ini, dengan potensi investasi US$ 3,5 miliar, berdasarkan riset Macquarie. Meski tidak disebut Macquarie maupun Antam, Lygend Resources kemungkinan besar akan menjadi aktor utama proyek ini.
Lygend akan bertindak sebagai pengolah bijih nikel limonit Antam menjadi mixed hydroxide precipitate (MHP), produk nikel setengah jadi yang kemudian diolah menjadi nikel sulfat, salah satu elemen prekursor katoda, kutub positif baterai mobil listrik. Selain nikel sulfat, prekursor katoda terdiri atas kobalt sulfat dan aluminium/mangan.
Bagaimana ceritanya Lygend muncul di proyek itu? Mari kita melihat laporan riset Daiwa. Rupanya, CATL menugaskan anak usahanya Ningbo Contemporary Brunp Lygend (CBL) untuk menggarap proyek nikel di Indonesia bersama Antam. Lygend tercatat memegang 30% saham CBL, sehingga kemungkinan besar akan menjadi pemasok nikel ke CATL.
Merujuk laporan itu, ada tiga proyek yang dikerjakan Antam bareng CBL. Pertama, pengembangan tambang nikel, smelter feronikel, dan proyek high pressure leach acid (HPAL) untuk menghasilkan MHP, dengan investasi masing-masing US$ 226 juta, US$ 1,8 miliar, dan US$ 1,3 miliar.
Laporan itu menyebutkan, di proyek pengembangan nikel Antam menjadi pemegang saham mayoritas dengan kepemilikan 49%, lalu di feronikel dan HPAL CBL masing-masing memegang 60% dan 70% saham. Antam dan CBL akan mengucurkan investasi sesuai dengan kepemilikan saham.
Selain proyek nikel, CBL akan membuat fasilitas daur ulang baterai, katoda, dan sel baterai bersama Indonesia Battery Corporation (IBC), dengan investasi US$ 114 juta, US$ 647 juta, dan US$ 1,6 miliar. CBL akan menjadi pemegang saham mayoritas dengan porsi saham beruntun 60%, 70%, dan 70%. Total investasi CBL di proyek bersama Antam dan IBC mencapai US$ 5,9 miliar.
Kembali ke Lygend. Ternyata, Lygend bukan pemain baru di lanskap nikel Indonesia. Sebab, perusahaan ini sudah memiliki proyek nikel kelas satu alias battery grade (BG) di Indonesia. Biar nggak bingung, BG itu nama lain dari nikel untuk produksi baterai mobil listrik.
Lygend memiliki tiga proyek BG di Pulau OBI, Halmahera Selatan, Maluku Utara. Pertama OBI Project Phase I dengan target kapasitas 37 ribu ton MHP, OBI Project Phase II 18 ribu ton MHP/mix sulfide precipitate (MSP), dan OBI Project Phase III 65 ribu ton MHP/MSP per tahun. Lygend menggunakan teknologi HPAL untuk mengolah nikel limonit menjadi MHP/MSP.
Pengumuman Resmi Antam
Kita kembali ke laporan perusahaan Indonesia. Antam bersama PT Industri Baterai Indonesia (IBI) alias IBC, dan CBL telah menandatangani framework agreement untuk kerja sama proyek pengembangan ekosistem baterai mobil listrik terintegrasi di Indonesia, yang mencakup kegiatan pertambangan bijih nikel hingga industri daur ulang baterai pada 14 April 2022.
Dalam pengumuman resmi Antam, aktivitas pertambangan bijih nikel dalam rangka proyek ini akan dilaksanakan oleh PT Sumberdaya Arindo (SDA), entitas anak usaha Antam yang memiliki wilayah izin usaha pertambangan di Halmahera Timur, Maluku Utara. Sebagai tindak lanjut pelaksanaan framework agreement itu, pada 16 Januari 2023, telah ditandatangani perjanjian jual beli saham bersyarat (conditional share purchase agreement/CSPA) antara Antam dan Hong Kong CBL Limited (HKCBL), anak usaha CBL, atas sebagian kepemilikan saham Antam dalam PT SDA.
Penandatanganan CSPA ini merupakan langkah awal dari realisasi pelaksanaan proyek pengembangan ekosistem EV battery di Indonesia dan sejalan dengan komitmen Antam dalam mendukung pengembangan proyek tersebut.
Selain itu, dalam kerja sama ini, CBL diharapkan dapat berkontribusi secara langsung atas aspek teknologi dan pengalaman bisnis yang dimiliki melalui kolaborasi bersama Antam di SDA sekaligus menjadi mitra strategis Antam dalam pelaksanaan proyek itu.
Setelah penandatanganan CSPA ini, baik Antam maupun CBL secepatnya akan melakukan pemenuhan conditions precedent. Penandatanganan CSPA diikuti dengan penandatanganan perjanjian pemegang saham bersyarat (conditional shareholders agreement) pada tanggal yang sama. Secara khusus, conditional SHA akan berlaku efektif setelah beralihnya sebagian kepemilikan saham perseroan dalam SDA, yaitu pada tanggal penyelesaian CSPA.
Pada penyelesaian transaksi ini, Antam dan HKCBL akan menandatangani akta jual beli saham. Kemudian, setelah penyelesaian transaksi ini, Antam akan tetap menjadi pemegang saham pengendali SDA sesuai ketentuan PSAK 65, sehingga tidak mengubah status SDA sebagai anak usaha Antam. (gbr)
Discussion about this post