Jakarta, Motoris – Penjualan Toyota Alphard dan Denza D9 tidak bisa dibandingkan, lantaran ada perbedaan pembayaran pajak, kendati sama-sama MPV premium. Istilah kata, Alphard harus bayar pajak normal, sedangkan D9 disubsidi habis.
Ini terjadi lantaran Alphard dipandang sebagai mobil premium yang masih mengeluarkan emisi karbon dioksida. Alhasil, Alphard tetap kena pajak pertambahan nilai (PPN) 12%, lalu pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) yang tarifnya berkisar 15-40% untuk mobil berkapasitas mesin hingga 3.000 cc, tarif bea masuk (BM), BBN, dan PKB.
Sementara itu, D9 sebagai mobil listrik baterai (BEV) tidak kena PPnBM, tarif BM, bayar PPN hanya 2%, sedangkan PKB dan BBN 0%. Maka dari itu, wajar harga D9 hanya Rp 950 juta, jauh di bawah Alphard yang dijual mulai Rp 1,4 miliar. Berdasarkan riset Verdhana Sekuritas, harga D9 juga di bawah Vellfire Rp 1,8 miliar, apalagi Lexus LM Rp 2,1-3,3 miliar.
Seiring dengan itu, penjualan D9 mencapai 912 unit secara wholesales dan ritel 519 unit pada Februari 2025, melampaui Alphard yang wholesales-nya hanya 447 unit. Penjualan D9 juga mengalahkan MG, Aion, dan Neta, dan mengambil 1,9% pasar ritel mobil.
“Kesuksesan Denza menggambarkan pergeseran perilaku konsumsi mobil masyarakat Indonesia,” tulis Verdhana, dikutip Kamis (10/4/2025).
Namun, broker saham ini menilai, dalam jangka panjang, kehadiran Denza akan tergantung oleh ekspansi jaringan dealer, perbaikan layanan purnajual, dan harga seken. Selama ini, ketiga faktor itu menjadi hambatan bagi merek yang baru berkembang di Indonesia.
Sementara itu, sumber di Grup Astra, pembesut merek Toyota di Indonesia, menilai, ini baru permulaan. Bagi dia, perdagangan mobil ibarat lari maraton dan tidak bisa ditentukan dalam jangka pendek. (gbr)