Jakarta, Motoris – Serangan masif pabrikan mobil listrik Cina dinilai membahayakan saham PT Astra International Tbk (ASII) karena bisa memicu penurunan harga (downside risk). Hal lain yang bisa menggerus saham Astra adalah ketidakhadiran model baru yang signifikan pada paruh kedua tahun ini.
Demikian pandangan BRI Danareksa Sekuritas terhadap prospek saham ASII, dikutip Rabu (24/7/2024). Broker ini menilai, penjualan mobil pada semester II tahun ini naik 12% dari semester I, sejalan dengan tren musiman, di mana seesar 53% penjualan tahunan disumbangkan pada paruh kedua. Hal ini, tulis broker lokal itu, akan ditopang oleh kehadiran model baru, termasuk produk facelift Toyota.
Broke rini masih mempertahankan rekomendasi buy saham ASII dengan target harga Rp 5.100. Saat ini, saham ASII diperdagangkan dengan valuasi murah, di mana PER mencapai 5,6 kali, -1 kali standar deviasi rata-rata delapan tahun.
“Artinya, prediksi penurunan laba bersih tahun ini sudah terefleksi di saham ASII saat ini,” tulis broker itu.
BRI Danareksa memprediksi pendapatan dan laba bersih Astra tahun ini masing-masing mencapai Rp 293 triliun dan Rp 30 triliun, turun dari tahun lalu Rp 316 triliun dan Rp 33,8 triliun.
Diketahui, pabrikan Cina agresif menyerang pasar mobil listrik baterai (BEV) Indonesia. BYD telah masuk dan terus menekan dengan melepas BEV MPV M6 dengan harga mulai Rp 379 juta. Pabrikan ini juga melepas versi murah dari Atto 3 dan Dolphin.
Chery juga melepas terus membombardir pasar dengan BEV baru, seperti Omoda E5 Pure, setelah varian biasanya laku keras. Lalu, Indonesia kedatanggan GAC Aion Y Plus. Sebelum itu, Wuling meluncurkan Cloud untuk menemani Air EV dan BinguoEV.
CLSA, bank investasi global, BEV akan menopang permintaan mobil semester II tahun ini. Soalnya, pasokan model baru ICE yang selama ini digarap Jepang seret. (gbr)
Discussion about this post