Jakarta, Motoris – Penjualan mobil listrik berbasis baterai (battery electric vehicle/BEV) ditaksir masih rendah dan tak bisa berkontribusi 10% lebih terhadap total pasar dalam dua tahun ke depan. Per Mei 2023, penetrasi BEV hanya 3%.
Sebaliknya, popularitas mobil hybrid terus meningkat, karena dinilai pas sebagai transisi menuju BEV. PT Astra International Tbk (ASII) akan diuntungkan oleh naiknya penjualan mobil hybrid, karena memiliki portofolio lengkap dari segmen B hingga atas.
CGS-CIMB Sekuritas Indonesia menilai, ada tiga penyebab rendahnya penjualan BEV di Indonesia, berdasarkan komparasi dengan pasar kendaraan sejenis di Thailand dan Cina. Pertama, pemerintah Indonesia tidak jorjoran memberikan subsidi BEV seperti halnya Thailand dan Cina. Kedua, seperti tertulis di lead tulisan ini, pendapatan per kapita Indonesia masih rendah dan harga bensin bersubisidi lebih terjangkau masyarakat.
“Ketiga, pengembangan stasiun pengecasan lambat,” tulis broker itu dalam laporan riset tentang PT Astra International Tbk (ASII), dikutip Minggu (10/7/2023).
Atas dasar itu, CGS-CIMN menilai, BEV atau EV, yang terdiri atas BEV dan PEV, di Indonesia masuk segmen spesifik alias niche market. Artinya, EV tidak akan mengancam bisnis Astra yang sampai saat ini boleh dibilang tidak agresif melepas BEV.
“Sebaliknya, Astra malah diuntungkan oleh naiknya popularitas mobil hybrid sebagai transisi Indonesia masuk era EV,” tulis broker itu.
Selama ini, CGS-CIMB menilai, beberapa investor khawatir dengan prospek saham Astra, karena ada ancaman dari pemain BEV. Sebab, Toyota baru memiliki dua BEV, yakni BZ4X dan Lexus UX 300e. Adapun pemain nonJepang agresif memasok sejumlah BEV ke pasar, seperti Hyundai dan Wuling. Saat ini, BEV Wuling dan Hyundai rakitan lokal telah mendapatkan rentetan insentif dari pemerintah, termasuk diskon PPN 10%. (gbr)
Discussion about this post