Jakarta, Motoris – Peminat mobil listrik baterai (battery electric vehicle/BEV) di Indonesia ternyata sangat sedikit, berdasarkan survei terbaru Deloitte. Sebaliknya, peminat mobil hybrid, entah itu strong hybrid maupun plug in hybrid electric vehicle/PHEV) banyak dan terus meningkat dari tahun ke tahun.
Survei Deloitte sejak 2021 hingga saat ini menyebutkan, tahun ini, sebanyak 40% pengguna mobil pembakaran internal (internal combustion engine/ICE) berminat untuk beralih ke mobil elektrifikasi (xEV), terdiri atas BEV, PHEV, dan hybrid electric vehicle (HEV), naik tajam dari 2020 dan 2021 masing-masing 24% dan 19%.
Adapun konsumen ICE yang berminat migrasi ke PHEV dan HEV, berdasarkan survei Deloitte, mencapai 31% tahun ini, naik dari tahun lalu 17% dan 2020 sebesar 20%. Sayang, konsumen mobil ICE yang berminat membeli BEV hanya sedikit, cuma 9%, kendati naik dari 2020 dan 2021 masing-masing 4% dan 2%.
Kim Sujun, direktur Deloitte Consulting Southeast Asia, menilai, tantangan terbesar dalam mendorong penjualan xEV di Indonesia adalah pasar yang sangat sensitif terhadap harga jual dan daya beli rendah. Saat ini, mayoritas mobil yang laris di Indonesia dibanderol di bawah US$ 30 ribu.
Adapun harga HEV dan PHEV, kata dia, saat ini sudah di atas US$ 30 ribu. Apalagi, BEV dengan dimensi besar yang harganya sudah di atas Rp 600 juta.
“Sebagai negara pasar berkembang, daya beli masyarakat Indonesia belum bisa menjangkau xEV dengan harga sekarang. Selain itu, pilihan modelnya terbatas,” kata dia dalam sebuah seminar di Solo, Selasa (7/3/2023), yang dipantau secara daring dari Jakarta.
Jadi, kata dia, mau tidak mau semua pihak harus berupaya memangkas harga xEV agar bisa dijangkau mayoritas konsumen. Selain itu, para pabrikan perlu memasok beberapa model xEV anyar.
Januari 2023, penjualan mobil elektrifikasi melorot 51% secara bulanan menjadi 2.600 unit. Pangsa pasar mobil elektrifikasi turun menjadi 2,7% Januari 2023, dibandingkan Desember sebesar 5,2% dan sepanjang 2022 sebesar 2%. (gbr)
Discussion about this post