Jakarta, Motoris – Pemerintah mewajibkan penggunaan aplikasi MyPertama saat membeli Pertalite dan solar guna membatasi konsumsi BBM itu. Pengamat menilai lebih baik kebijakan itu dibatalkan saja.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyatakan, sebenarnya, yang menikmati subsidi bukan hanya orang kaya, tetapi 115 juta kelas menengah rentan. Ketika harga Pertamax masih di kisaran Rp 9.000, kelas menengah ini mampu membayar BBM nonsubsidi. Tetapi, ketika harganya naik tinggi, mereka pindah ke Pertalite.
“Orang kaya itu seperti apa definisinya? Dia naik mobil mewah kan tidak pakai Pertalite. Mungkin, maksudnya selama ini pemilik perusahaan kakap yang dibantu insentif pajak pemerintah dan diberi tax amnesty ikut memborong solar subsidi. Jadi, harus benar-benar valid datanya,” kata dia.
Kalau pemerintah punya klaim subsidi tidak tepat sasaran, dia menyatakan, masyarakat tidak perlu mendaftar MyPertamina untuk membeli Pertalite. Sebab, datanya sudah ada. Tetapi, nyatanya, masyarakat diminta mengunduh dan daftar MyPertamina. Artinya, pemerintah tidak punya data berupa nama dan alamat pengguna BBM nonsubsidi.
Selama ini, dia menyatakan, kebocoran solar ke industri akibat pengawasan pemerintah dan Pertamina lemah. “Kenapa ini tidak dibereskan dari dulu? Kemudian soal momentum, harusnya ketika disparitas harga Pertalite dan Pertamax tidak terlalu jauh, diatur pembatasan subsidi, bukan sekarang,” tegas dia.
Kalau sekarang diterapkan, dia menilai, pemerintah menambah beban baru ke masyarakat.
Apalagi, hanya 14% rumah tangga di desil terbawah yang menggunakan internet. “Apa Pertamina mau kasih paket data dan belikan smartphone android ke orang miskin?” kata dia.
Sebaiknya, kata dia, Pertamina membatalkan uji coba aplikasi MyPertamina, karena tidak menyelesaikan masalah. Dia khawatir daya beli masyarakat justru anjlok dengan kebijakan itu.
Solusinya, kata dia, tambah alokasi subsidi energi, karena pemerintah masih punya surplus APBN dan dapat durian runtuh dari ekspor batubara dan sawit. “Ini lebih baik daripada windfall ekspor masuk ke proyek aneh, lebih baik bantu masyarakat untuk jaga daya beli,” kata dia.
Dia menilai, revisi Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak harus hati-hari. Sebab,
pembatasan kendaraan harus detail agar tidak merugikan kelas menengah rentan yang punya mobil berkapasitas mesin 2.000 cc, tetapi diproduksi tahun 1990-an. (gbr)
Discussion about this post