Jakarta, Motoris – LG Energy Solution (LGES) resmi keluar dari proyek ekosistem baterai kendaraan listrik (EV) di Indonesia senilai Rp 142 triliun yang diteken pada tahun 2020. Nama proyeknya Grand Package, sedangkan sejumlah orang menyebutnya Proyek Titan.
“Melihat berbagai faktor, termasuk kondisi pasar dan investasi, kami setuju untuk secara resmi membatalkan proyek GP. Tetapi, kami akan terus mencari potensi kolaborasi dengan pemerintah Indonesia dengan titik berat ke JV HLI Green Power,” ujar LGES dalam keterangan resmi, Selasa (22/4/2025), dikutip dari Reuters dan Paultan.
HLI Green Power adalah JV LGES dan Hyundai yang telah mengoperasikan pabrik sel baterai berkapasitas 10 Gwh di Karawang, Jawa Barat. Perusahaan berencana menambah kapasitas produksi dalam fase investasi kedua.
Sementara itu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) masih yakin bahwa bijih nikel Indonesia lebih kompetitif dibandingkan negara lain. Pemerintah akan terus mencari mitra asing untuk membangun industri baterai EV.
Dalam GP, ada nama Indonesia Battery Corporation dan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM). Melihat kembali catatan Daiwa Capital, LG membangun ekosistem baterai BEV melalui kemitraan dengan raksasa Cina Huayou Cobalt, LX International dan Posco, dan perusahaan tambang nikal kakap Indonesia Antam. Investasi proyek ini mencapai US$ 9,8 miliar.
Perinciannya, dana sebesar US$ 3,5 miliar digunakan untuk membangun pabrik nikel sulfat berkapasitas US$ 3,5 miliar, US$ 2,4 miliar untuk precursor katoda berkapasitas 220 ribu ton per tahun dan katoda 42 ribu ton per tahun, US$ 3,6 miliar untuk pabrik sel baterai berkapasitas 200 Gwh per tahun di Batang, Jawa Tengah, dan US$ 300 juta untuk pengembangan tambang nikel.
Di lain sudut, CATL menugaskan anak usahanya Ningbo Contemporary Brunp Lygend (CBL) untuk menggarap proyek nikel di Indonesia bersama Antam. Lygend tercatat memegang 30% saham CBL, sehingga kemungkinan besar akan menjadi pemasok nikel ke CATL.
Merujuk laporan itu, ada tiga proyek yang dikerjakan Antam bareng CBL. Pertama, pengembangan tambang nikel, smelter feronikel, dan proyek high pressure acid leach (HPAL) untuk menghasilkan MHP, dengan investasi masing-masing US$ 226 juta, US$ 1,8 miliar, dan US$ 1,3 miliar.
Laporan itu menyebutkan, di proyek pengembangan nikel Antam menjadi pemegang saham mayoritas dengan kepemilikan 49%, lalu di feronikel dan HPAL CBL masing-masing memegang 60% dan 70% saham. Antam dan CBL akan mengucurkan investasi sesuai dengan kepemilikan saham.
Selain proyek nikel, CBL akan membuat fasilitas daur ulang baterai, katoda, dan sel baterai bersama Indonesia Battery Corporation (IBC), dengan investasi US$ 114 juta, US$ 647 juta, dan US$ 1,6 miliar. CBL akan menjadi pemegang saham mayoritas dengan porsi saham beruntun 60%, 70%, dan 70%. Total investasi CBL di proyek bersama Antam dan IBC mencapai US$ 5,9 miliar. (gbr)