Jakarta, Motoris – Pemerintah lagi getol mendorong penjualan kendaraan listrik berbasis baterai (battery electric vehicle/BEV), entah itu motor maupun mobil untuk mengurangi emisi karbon. Akan tetapi, di lapangan, emisi tak masuk pertimbangan utama konsumen saat membeli mobil.
Di mata konsumen alias warga 62, pertimbangan utama dalam membeli mobil adalah kenyamanan, akomodasi, kapasitas dan diskon yang bisa memangkas harga jual. Patut dicatat, ini terkait mobil secara keskuruhan.
“Sebagian besar responden yang kami survei adalah pemilik mobil low MPV dan LCGC. Mereka membeli mobil bukan karena emisi, tetapi lebih ke faktor kenyamanan dan harga,” ujar Khoinurrofik, peneliti LPEM FEB Universitas Indonesia, dalam sebuah seminar, belum lama ini.
Menurut dia, konsumen mobil di Indonesia sangat sensitif dengan masalah harga. Ini bisa dilihat dari besarnya penjualan mobil dengan harga di bawah Rp 300 juta. Adapun pangsa pasar mobil-mobil dengan emisi rendah terbatas.
“Pada titik ini, diperlukan edukasi, karena kita menghadapi tantangan yang besar kalau ingin membangun pasar. Kita harus menunjukkan bahwa kalau membeli mobil listrik, bisa meningkatkan kualitas hidup,” ujar dia.
Ironisnya, Deloitte mencatat, pertimbangan nomor satu orang membeli BEV juga bukan karena emisi, melainkan biaya energi yang lebih rendah ketimbang mobil bermesin pembakaran internal. Hal ini bukan hanya terjadi di Indonesia, melainkan di Amerika Serikat (AS), Asia Tenggara, dan Thailand. Sementara itu, di Cina, pasar terbesar BEV, orang membeli mobil jenis ini karena memiliki pengalaman berkendara lebih baik.
Adapun kepedulian terhadap perubahan iklim menjadi pertimbangan ketiga di AS, Cina delapan, Asia Tenggara enam, Thailand lima, dan Indonesia delapan kala membeli sebuah BEV. (gbr)
Discussion about this post