Jakarta, Motoris – Ford bakal mengambil 70% nikel baterai kendaraan listrik (electric vehicle/EV) milik PT Vale Indonesia Tbk (INCO), begitu dua smelter Vale hasil kerja sama dengan Huayou beroperasi komersia. Smelter itu menggunakan teknologi HPAL Huayou untuk mengolah bijih nikel limonit menjadi nikel setengah jadi dalam bentuk mixed hydroxide precipitate (MHP).
Ford membutuhkan nikel baterai EV Vale Indonesia untuk memuluskan target produksi dua juta unit mobil listrik baterai (BEV) per tahun mulai 2026.
Vale, merujuk laporan riset Mandiri Sekuritas, dikutip Rabu (1/2/2023), Vale melalui perusahaan patungan dengan Huayou memiliki dua proyek HPAL, yakni satu di Pomalaa berkapasitas 120 ribu ton MHP per tahun dan satu di Sorowako berkapasitas 60 ribu ton MHP per tahun. Total investasi proyek ini sekitar US$ 6,5 miliar.
Groundbreaking smelter HPAL Vale di Pomalaa sudah dilakukan tahun lalu, sedangkan yang di Sorowako diharapkan tahun ini. Begitu dua proyek itu rampung, Vale dan mitranya memiliki total kapasitas produksi MHP 180 ribu ton per tahun. “Harga jual MHP setara 70-86% harga nikel di London Metal Exchange,” tulis Mansek.
Vale SA, induk Vale Indonesia akan mendapatkan jatah 30% MHP dengan harga pasar, sedangkan mayoritas diambil Ford. Kemudian, Vale SA bisa menjual langsung produk itu atau mengolah lagi ke produk yang lebih hilir.
Vale, tulis Mansek, memprediksi biaya produksi MHP berkisar 11-12 ribu ton, termasuk biaya kobalt, sedangkan biaya asam berkisar 20-30% total produksi, tergantung pada harga sulfur. Sebelum kelupaan, HPAL adalah singkatan dari high pressure leach acid, sehingga membutuhkan asam.
Sementara itu, biaya kobalt diprediksi berkisar US$ 1.000-1.500 per ton. Patut diingat, fasilitas HPAL juga menghasilkan kobalt sekitar 10% dari total kapasitas.
Adapun tailing HPAL di Pomalaa akan dibawa ke area pertambagan nikel Vale. HPAL Pomalaa ditargetkan beroperasi komersial akhir 2025, sedangkan Sorowako akhir 2026.
Biar jelas, MHP adalah produk nikel antara dari bijih nikel limonit. MHP perlu diolah menjadi nikel dan kobalt sulfat, yang merupakan material atau bahasa kerennya prekursor katoda, kutub baterai mobil listrik. Prekursor katoda lainnya adalah lithium, mangan, dan aluminium. Lalu, tinggal bikin anoda berbahan grafit atau silikon, kasih elektrolit dan separator, jadilah satu sel baterai mobil listrik bernama lithium ion NCA atau NCM.
Beberapa sel baterai kemudian ditempatkan di modul. Lalu, sejumlah modul ditempatkan di battery pack yang memiliki battery system management. Di ujung, battery pack dibenamkan di mobil listrik berbasis baterai alias BEV.
Discussion about this post