Jakarta, Motoris – PT Astra International Tbk (ASII) melalui anak usaha kesayangannya, PT United Tractors Tbk (UT/UNTR), memutuskan masuk bisnis nikel. Tetapi, nikel yang dihasilkan bukan untuk baterai otomotif, bisnis yang dimainkan Astra bepuluh-puluh tahun lamanya, melainkan untuk pabrik baja nirkarat alias stainless steel (SS).
Diketahui semua pelaku pasar, UT telah meneken perjanjian jual beli saham bersyarat dengan PT Anugrah Surya Pacific Resources (ASPR) untuk mengakuisisi 90% saham PT Stargate Mineral Asia (SMA), perusahaan smelter nikel, dan 90% saham Stargate Pacific Resources (SPR), yang memiliki tambang nikel. Nilai transaksinya mencapai US$ 271 juta atau Rp 4,3 triliun.
“Kami percaya akuisisi ini bertujuan memperluas bisnis pengolahan mineral, seperti nikel dan tembaga sebagai tambahan bisnis batu bara dan emas yang sudah berjalan,” tulis Mandiri Sekuritas (Mansek) dalam laporan riset, belum lama ini.
Broker lokal itu percaya, pendanaan akuisisi itu berasal dari kas internal, karena UT pegang duit sangat besar, US$ 2 miliar per September 2022.
Selepas mengambil alis SMA dan SPR, UT berencana membuat smelter nikel dengan teknologi rotary kiln-electric furnace (RKEF) dengan total kapasitas nickel pig iron (NPI) 13-14 ribu ton per tahun. Nilai investasinya US$ 220 juta, ekuivalen US$ 15.700 per ton, lebih mahal dibandingkan smelter NPI pesaing US$ 10-11 ribu per ton.
Broker itu menilai, hal itu terjadi karena UT akan menggunakan pembangkit listrik tenaga gas untuk memutar kilen smelter, yang membutuhkan investasi 30% lebih mahal dari pembangkit tenaga uap batu bara.
Catatan Motoris, NPI adalah bahan baku SS. Adapun bahan baku katoda sel baterai mobil listrik (EV) adalah nikel sulfat yang dipadukan dengan kobalt sulfat, mangan/aluminium, dan lithium. Adapun anoda terbuat dari gratif.
Dari sini jelas terlihat, UT tidak masuk rantai pasok sel baterai EV yang lagi ramai dibicarakan orang. Tetapi, bisa saja ke depan, rencana itu berubah, tergantung jenis nikel SPR. Kalau SPR punya nikel kadar rendah limonit, barang itu bisa jadi nikel sulfat. Soal teknologi, tinggal panggil Huayou atau CNGR, sang pakar dari Cina. Dijamin beres.
Mansek memprediksi dibutuhkan waktu 2,5-3 tahun untuk membangun smelter NPI RKEF. Begitu kelar, UT akan bertindak sebagai operator.
Dari diskusi Mansek dengan manajemen UT, SPR memiliki cadangan 44,9 juta ton bijih nikel dan sumber daya 151 juta ton, berdasarkan JORC. SPR kini menghasilkan bijih nikel sebanyak 400-500 ribu ton per tahun dan dipasok ke pemain smelter yang beroperasi di Indonesia. (gbr)
Discussion about this post