Jakarta, Motoris – PT Indika Energy Tbk (INDY) diam-diam masuk bisnis pengolahan nikel menjadi bahan baku baterai mobil listrik (electric vehicle/EV). Indika menggandeng Altilium Group dan PT Terra Sustineri Berdaya (TSB) untuk menggarap proyek tersebut.
Ketiga perusahaan tengah menggelar studi kelayakan pembangunan pabrik nikel dan cobalt dalam bentuk mixed hydroxide product (MHP) berkapasitas 16 ribu ton per tahun. Tidak tertutup kemungkinan, produk yang dihasilkan berbentuk nikel sulfat dan kobalt sulfat.
Dalam pohon industri bahan baku baterai EV, MHP perlu diolah menjadi nikel sulfat dan kobalt sulfat. Kemudian, nikel sulfat, kobalt sulfat dicampur mangan/aluminium dan lithium untuk dijadikan katoda alias kutub positif sel baterai EV. Adapun anoda alias kutub negatif dibuat dari mineral grafit.
Selanjutnya, katoda, anoda, elektrolit, dan separator digabung menjadi sel baterai. Barang ini tidak bisa langsung ditaruh di bodi EV, melainkan perlu ditempatkan di sebuah modul. Kemudian, beberapa modul sel baterai dirangkai di battery pack, yang dilengkapi battery management system serta alat pendingin untuk mengontrol termperatur dan tegangan. Battery pack inilah yang ditaruh di bawah bodi EV.
Baterai EV dengan kandungan nikel, kobalt, mangan, dan lithium disebut lithium ion NCM, sedangkan dengan kandungan nikel, kobalt, aliminium, dan lithium disebut NCA. Indonesia adalah penghasil baterai BEV lithium ion NCM dan NCA. Adapun baterai LFP, yang lebih murah banyak diproduksi di Tiongkok.
EV merujuk pada mobil plug-in hybrid electric vehicle (PHEV), battery electric vehicle (BEV), dan FCEV. Selama ini, hanya mobil-mobil jenis itulah yang dimasukkan ke kategori EV, di luar hybrid electric vehicle (HEV).
Berdasarkan laporan globalminingreview.com, ketiga perusahaan itu akan membentuk perusahaan patungan untuk mempromosikan, memasarkan, dan lisensi direct nickel process (DNi Process) di Indonesia. Ini dilatarbelakangi perlombaan menggeber penjualan mobil listrik dan masih kurangnya pabrik bahan baku baterai EV. Artinya, diperlukan aksi signifikan untuk mengembangkan fasilitas produksi bahan baku baterai untuk menopang teknologi bersih BEV.
Di Indonesia, Altilium Group menunjuk PT HB Capital Indonesia sebagai penasihat investasi. DNi Process dikembangkan untuk memaksimalkan sumber daya nikel Indonesia yang merupakan terbesar di dunia dengan kontribusi sekitar 22%.
“Kami senang bermitra dengan Indika dan TSB untuk mengembangkan DNi Process di Indonesia. Tujuan kami adalah menyediakan pasokan nikel dan kobalt untuk industri EV dan mendukung Indonesia mengamankan posisi sebagai pemain di era transisi menuju EV,” kata Chris Gower, CEO of Altilium.
Sementara itu, Azis Armand, vice president director and CEO Indika Energy, melihat potensi besar dalam pengembangan EV di Indonesia. Perseroan berharap kolaborasi ini akan menyediakan ekosistem EV yang komprehensif di Indonesia dan bertujuan mendukung pembangunan berkelanjutan di Indonesia.
Chairman TSB Heru Dewanto menyatakan, TBS antusias mengumumkan kemitraan dengan Altilium dan Indika untuk melepas potensi sumber daya nikel di Indonesia melalui DNi Process, teknologi pengolahan nikel berkelanjutan dan zero waste pertama di dunia.
“Inisiatif ini akan membuat Indonesia menjadi pemain penting di rantai nilai EV global dan memimpin transisi energi global,” kata dia.
Discussion about this post