Jakarta, Motoris – Harga bahan bakar minyak (BBM) jenis solar, Pertalite, dan Pertamax resmi naik, Sabtu pekan lalu. Anehnya, subsidi dan kompensasi energi 2022 tetap bertambah dan akan dibawa ke APBN 2023. Tanya kenapa???
Rupanya, berdasarkan penelusuran Motoris, hal ini dipicu kenaikan harga Pertalite dan solar ternyata belum mencapai harga keekonomian. Artinya, masih ada selisih yang harus ditanggung negara dan harus dibayar ke Pertamina berupa kompensasi untuk Pertalite dan subsidi untuk solar.
Sabtu pekan lalu, harga Pertalite resmi naik dari Rp 7.650 menjadi Rp 10 ribu per liter, solar subsidi dari Rp 5.150 menjadi Rp 6.800 per liter, dan Pertamax nonsubsidi naik dari Rp 12.500 menjadi Rp 14.500 per liter. Sementara itu, harga keekonomian solar Rp 13.950 per liter, Pertalite Rp 14.450 per liter, dan Pertamax Rp 17.300 per liter.
Dalam APBN 2022, belanja subsidi dan energi mencapai Rp 502 triliun, naik dari proyeksi awal Rp 152 triliun. Perinciannya, dana kompensasi mencapai Rp 293 triliun, sedangkan subsidi Rp 209 triliun. Ironisnya, dari total dana kompensasi Rp 293 triliun, sebesar Rp 104,8 triliun digunakan untuk bayar utang kompensasi BBM dan listrik pada semester I tahun ini.
Artinya, sisa dana kompensasi energi hanya Rp 188 triliun. Dana segitu mana cukup untuk mengimbangi tarian harga minyak mentah yang menembus US$ 100 per barel, akibat perang Rusia dan Ukraina yang berkepanjangan. Sejumlah kalangan memprediksi perang itu terus berlanjut, lantaran Rusia nanggok untung gede.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan, APBN 2022 akan tetap menanggung tambahan beban subsidi dan kompensasi energi dari sebelumnya Rp 502,4 triliun menjadi Rp 649 triliun, meski harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi jenis solar dan Pertalite maupun nonsubsidi jenis Pertamax dinaikkan. Tambahan beban Rp 146,6 triliun itu muncul apabila harga rata-rata ICP setahun masih di atas US$ 100 per barel.
Dengan kenaikan harga BBM yang diumumkan Sabtu pekan lalu, alokasi subsidi dan kompensasi BBM membengkak menjadi Rp 591 triliun dari Rp 502 triliun, apabila harga ICP hingga Desember 2022 mencapai US$ 85 per barel.
Kemudian, jika rata-rata ICP US$ 99 per barel, subsidi dan kompensasi energi naik menjadi Rp 605 triliun. Selanjutnya, apabila harga rata-rata ICP setahun masih di atas US$ 100 per barel, total subsidi dan kompensasi energi masih mencapai Rp 649 triliun, membengkak Rp 147 triliun dari proyeksi awal Rp 502 triliun.
Pembengkakan ini akan diteruskan ke APBN 2023, sama seperti APBN 2022 yang menanggung tunggakan kompensasi BBM dan listrik. Artinya, subsidi dan kompensasi energi 2023 bakal bertambah, tergantung dari rata-rata ICP tahun ini. Adapun anggaran subsidi dan kompensasi energi dalam RAPBN 2023 Rp 336 triliun. Jika, pembengkakan kompensasi energi 2022 mencapai Rp 147 triliun, anggaran subsidi dan kompensasi 2023 bisa 487 triliun.
Sementara itu, berdasarkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 111.K/MG.03/DJM/2022 tentang Harga Minyak Mentah Indonesia Bulan Juli Tahun 2022 tertanggal 1 Agustus 2022, harga rata-rata minyak mentah Indonesia (Indonesian crude price/ICP) Juli 2022 ditetapkan sebesar US$ 106,73 per barel.
Menkeu memaparkan, anggaran subsidi dan kompensasi energi yang tertuang dalam Perpres 98/2022 adalah Rp 502,4 triliun. Nilai ini meningkat menjadi lebih dari tiga kali lipat dari alokasi awal sebesar Rp 152,5 triliun dan sebagian besar diperuntukkan bagi BBM.
“Besaran tersebut dihitung berdasarkan rata-rata ICP yang mencapai US$ 100 per barel dengan kurs Rp 14.450 per dolar Amerika Serikat (AS), dan volume konsumsi Pertalite diperkirakan mencapai 23 juta kiloliter sedangkan solar bersubsidi 15 juta kiloliter,” papar dia dalam akun Instagram.
Menurut Sri Mulyani, rata-rata harga ICP hingga Juli 2022 tercatat US$ 104,9 per barel. Namun, jika harga ICP turun ke US$ 90 per barel hingga Desember 2022, maka harga rata-rata satu tahun ICP Indonesia masih mencapai US$ 99 per barrel. Kalaupun harga ICP turun hingga di bawah US$ 90 per barel, rata-rata ICP Indonesia setahun masih US$ 97 per barel. “Pemerintah terus memantau perkembangan harga ICP yang terus bergerak,” tandas Menkeu.
Sebelumnya Sri Mulyani sempat mengatakan, anggaran subsidi dan kompensasi energi untuk tahun ini berpotensi membengkak menjadi sebesar Rp 698 triliun bila harga BBM tidak dinaikkan mengingat ICP di atas US$ 105 per barel dan nilai tukar rupiah di atas Rp 14.700 per dolar AS. Pernyataan ini sudah tidak berlaku, karena subsidi dan kompensasi energi tetap bengkak, kendati harga BBM sudah dinaikkan.
Discussion about this post