Jakarta, Motoris – Ford Motor Company, perusahaan otomotif besar Amerika Serikat (AS) ikut saweran di proyek smelter nikel PT Vale Indonesia Tbk (INCO) dan Huayou Cobalt yang menelan investasi Rp 67 triliun, Proyek ini akan menghasilkan prekursor katoda sel baterai kendaraan listrik (EV), bukan sekadar produk nikel antara mixed hydroxide precipitate (MHP).
Dilansir dari keterangan resmi Ford, Kamis (30/3/2023), Ford, Vale, dan Huayou telah meneken perjanjian definitf untuk membangun proyek smelter nikel berteknologi high pressure leach acid (HPAL) di Blok Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara. Produk yang dihasilkan proyek ini adalah MHP berkapasitas 120 ribu ton per tahun.
Namun, prosesnya tak berhenti sampai di situ, karena sang peracik, dalam hal ini Huayou, akan mengolah lagi barang itu menjadi nikel sulfat dan kobalt sulfat, material (prekursor) katoda baterai EV bersama lithium, mangan/aluminium.
Sel baterai EV yang dihasilkan dari racikan katoda ini adalah lithium ion NCM jika memakai mangan atau NCA jika memakai aluminium. Adapun kutub positif baterai EV alias anoda dibuat dari grafit.
Pabrik HPAL ini akan dioperasikan PT Kolaka Nickel Indonesia. Bijih nikel pabrik ini akan disuplai oleh tambang Vale bernama Blok Pomalaa. Dengan kerja sama ini, Ford, Vale, dan Huayou akan menjadi pemegang saham Kolaka Nickel.
Konstruksi pabrik ini akan dimulai tahun ini dan ditargetkan beroperasi 2026. Ini akan mendukung target Ford memproduksi 2 juta EV tahun 2026.
“Kerja sama ini memberikan Ford kontrol langsung ke sumber nikel yang dibutuhkan. Selain itu, industri yang dibangun ini berbiaya rendah dengan tetap memperhatikan standar ESG (environmental, social, goverance) kami,” kata Lisa Drake, vice president for Ford Model e EV Industrialization, dalam keterangan resmi.
Sementara itu, Febriany Eddy, CEO Vale Indonesia, menegaskan, kerja sama ini bukan hanya soal apa yang ditambang perseroan, melainkan bagaimana cara melakukannya. Vale menerapkan standar ESG dalam segala hal yang dilakukan.
“Hasilnya adalah kolaborasi unik dengan pemain otomotif global, Ford, dan perusahaan pengolahan mineral terdepan dunia, Huayou. Kolaborasi global ini sejalan dengan visi Indonesia membangun eksosistem EV,” tegas dia.
George Fang, senior vice president Huayou, menuturkan, Huayou adalah perusahaan berbasis teknologi, pemimpin di sektor manufaktur hijau, rendah karbon, dan standar ESG tinggi di industri bahan baku baterai EV. Kerja sama ini adalah proyek andalan di Belt and Road Initiative and Global Maritime Fulcrum.
Selain itu, dia menuturkan, kerja sama ini akan menghubungkan sumber daya nikel dan kobalt Indonesia dengan pemanufaktur EV dunia lewat kemampuan Huayou dalam menggunakan teknologi HPAL.
“MHP dari smelter HPAL ini akan diolah lebih jauh menjadi nikel dan kobalt sulfat, prekursor sel baterai lithium ion,” kata dia.
Morgan Stanley bertindak sebagai penasihat keuangan Ford di proyek ini, sedangkan Huayou dibantu oleh Standard Chartered. (gbr)
Discussion about this post