Jakarta, Motoris – Hampir setiap hari kita dicekoki berita soal mobil listrik baterai (battery electric vehicle/BEV), terutama soal rencana pembangunan pabrik baterai BEV sekaligus bahan baku utamanya. Dalam kesempatan ini, izinkan kami bedah sedikit soal struktur cost alias biaya baterai BEV biar sama-sama paham.
Berdasarkan laporan riset Sucor Sekuritas, belum lama ini, struktur biaya terbesar baterai BEV ternyata berasal dari katoda alias kutub positif, yang porsinya mencapai 51%. Adapun material terbesar katoda adalah nikel untuk jenis baterai lithium-ion NMC (nickel, manganese, cobalt) tentunya. Jadi, kita bisa sebut biaya nikel lumayan gede di baterai BEV. Fungsi nikel adalah menyimpan energi listrik dari hasil pengecasan.
Setelah katoda, biaya besar nomor dua adalah buruh, manufaktur, dan depresiasi sebesar 24%, lalu anoda 12%, elektrolit, separator, dan biaya lain.
Di baterai NMC 111, kandungan nikel mencapai 30%, lithium 11%, mangan 28%, dan cobalt 31%. Selanjutnya, di baterai NMC 622, kandungan nikel mencapai 54%, lithium 11%, mangan 17%, dan kobalt 18%. Lanjut ke baterai NMC 811, yang kandungan nikelnya mencapai 72%, lithium 11%, mangan 8%, dan kobalt 9%.
Kemudian, di baterai NMC 9.5.5, kandungan nikel mencapai 81%, lithium 11%, mangan 4%, dan kobalt 5%. Di baterai NCA alias nickel cobalt aluminium, kandungan nikel mencapai 73%, lithium 11%, mangan 14%, dan sisanya aluminium. Adapun di NCA 190, kandungan nikel mencapai 82%, lithium 11%, kobalt 5%, dan aluminium 5%.
Selain baterai NMC, ada baterai LMO (lithium ion manganese oxide battery) dan LFP (lithium ferro phosphate). Sesuai namanya, tak ada nikel di dua baterai ini. LMO didominasi oleh mangan sebesar 94% dan lithium 6%, sedangkan di LFP, phosphate mendominasi, yakni 60%, lalu iron atau besi 33%, dan lithium 7%. (gbr)
Discussion about this post