Jakarta, Motoris – Perusahahaan leasing kini tidak bisa sembarangan menarik sepeda motor karena kredit macet. Ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi, seperti tidak menggunakan kekerasan dan intimidasi kepada debitur.
Hal itu mengemuka dalam talk show “Implementasi Putusan MK Nomor 71/PUU-XIX/2021 Terhadap Eksekusi Jaminan Fidusia dan Implikasinya Terhadap Eksistensi Peraturan Kapolri No 8 Tahun 2011 Tentang Pengamanan Eksekusi Jaminan Fidusia” yang digelar FIFGROUP, Kamis (11/8/2022).
Subdit V Industri Keuangan Non Bank (IKNB) Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri AKBP Wawan Muliawan yang menjadi pembicara acara itu menegaskan, eksekusi jaminan fidusia dapat dilakukan, apabila terjadinya wanprestasi atau cedera janji terhadap perjanjian yang telah disepakati oleh kreditur dan debitur. Tetapi, eksekusi itu tetap harus memperhatikan segala aspek hukum yang berlaku.
“Dengan dikeluarkannya Peraturan Kapolri No 8 Tahun 2011 Tentang Pengamanan Eksekusi Jaminan ini, eksekusi jaminan fidusia diharapkan dapat dilakukan dengan cara yang sesuai dengan prosedur hukum, sehingga tidak ada lagi kekerasan serta intimidasi kepada debitur. Bagi kreditur, Peraturan Kapolri ini akan memberikan kepastian dan pengamanan hukum dalam melaksanakan eksekusi.” kata pria yang juga pernah menjabat sebagai direktur intelkam Polda Kaltim tersebut.
Peraturan Kapolri No 8 Tahun 2011 mulai berlaku sejak 22 Juni tahun 2011. Perkap ini bertujuan untuk mengamankan pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia, dan demi terselenggaranya pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia secara aman, tertib, lancar, dan dapat dipertanggungjawabkan.
Sementara itu, ahli hukum perdata Fakultas Hukum Universitas Indonesia Akhmad Budi Cahyono menegaskan, merujuk putusan MK No.71/PUU-XIX/2021, eksekusi jaminan fidusia bisa dilakukan, selama tidak ada unsur kekerasan, sehingga tidak ada pelanggaran pidana.
“Segala tindakan eksekusi jaminan fidusia tetap dapat dilakukan selama sesuai dengan putusan yang berlaku, di mana debitur mengakui tindakan wanprestasi yang dilakukan serta secara sukarela menyerahkan jaminan fidusianya, sehingga dalam praktiknya perlu dilakukan dengan tindakan-tindakan yang persuasif,” ucap pria kelulusan Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Indonesia.
Operation Director FIFGROUP Setia Budi Tarigan menegaskan, pembekalan ini diharapkan dapat menjawab permasalahan atas putusan MK yang masih kurang dipahami saat ini, mulai dari perlindungan hukum yang diberikan dalam sertifikat jaminan fidusia, implikasi putusan MK ditinjau dari asas hukum kebendaan jaminan fidusia, dan implikasi putusan MK terhadap tataran teori serta implementasi eksekusi jaminan fidusia.
“Saya berharap seluruh peserta yang hadir mulai dari karyawan FIFGROUP dan rekan-rekan advokat hingga mitra penagih dapat mengetahui dan memahami serta mengimplementasikan sesuai dengan aturan dan norma yang berlaku terhadap eksekusi jaminan fidusia yang dilakukan oleh perusahaan pembiayaan,” kata Setia Budi Tarigan.
Diketahui, belakangan sering terjadi kasus kekerasan oleh oknum debt collector yang mengaku karyawan FIFGROUP ataupun rekanan mitra penagih. Dalam pelaksanaannya, FIFGROUP selalu patuh terhadap aturan dan prosedur yang berlaku. Artinya, mana setiap juru tagih yang melakukan penarikan unit memiliki surat kuasa dari perusahaan rekanan mitra penagih, sudah melakukan somasi sebanyak dua kali sebelum penarikan, dan membawa sertifikat jaminan fidusia.
“Saya mengimbau kepada seluruh pelanggan FIFGROUP untuk selalu berhati-hati terhadap penipuan, pencurian, ataupun perampasan dengan modus penarikan unit yang mengatasnamakan FIFGROUP. Pastikan kelengkapan identitas orang yang melakukan penarikan unit sudah lengkap, seperti mampu menunjukan surat penugasan resmi dan kepemilikan identitas serta bukti bahwa unit terdaftar di aplikasi internal FIFGROUP,” kata Setia Budi Tarigan.
Setia menambahkan, dalam menghadapi penarikan unit, masyarakat khususnya pelanggan FIFGROUP perlu memperhatikan kembali kelengkapan identitas debt collector yang melakukan penarikan unit. Ini dilakukan guna mencegah terjadinya kasus pencurian, penipuan, ataupun perampasan atas barang-barang dan kendaraan milik pelanggan FIFGROUP.
Berdasarkan data Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI), industri multifinance pembiayaan roda dua mencetak pertumbuhan penyaluran pembiayaan (amount finance) sebesar 30,92% menjadi Rp 208,82 triliun semester I-2022, dibandingkan periode sama tahun lalu Rp 159,5 triliun.
Adapun rasio kredit macet atau nonperforming financing (NPF) di industri multifinance, menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), berkurang 0,72% menjadi 2,81% semester I-2022 dari Desember 2021 sebesar 3,53%. Meskipun terjadi penurunan, angka tersebut masih tergolong cukup besar.
UU Jaminan Fidusia hadir memberikan kepastian kepada debitur dan kreditur. Dengan adanya sertifikat jaminan fidusia, baik penerima fidusia maupun pemberi fidusia/pemilik unit, dapat terlindungi masing-masing haknya. Namun seiring perkembangannya, eksekusi jaminan fidusia masih sulit diimplementasikan sesuai dengan konsepsi hukum yang ideal. Sebab, masih terdapat pasal-pasal yang dianggap masih bersifat inkonstitusional.
Oleh karena itu, diajukan permohonan uji materiil terhadap Pasal 372 Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Penjelasan Pasal 30 UU Jaminan Fidusia. Atas hal tersebut lahirlah Putusan MK No.71/PUU-XIX/2021 yang pada intinya memberikan penafsiran terhadap frase “pihak yang berwenang” didefinisikan sebagai pihak yang dapat dimintakan bantuan dalam mengambil objek yang menjadi jaminan fidusia sebagaimana yang dimaksud dalam penjelasan Pasal 30 UU Jaminan Fidusia yaitu “pengadilan negeri”.
Discussion about this post